BI Akan Beri Insentif Bagi Bank Rajin Guyur Kredit ke Padat Karya
2 min readBlinkiss.id, Jakarta
Bank Indonesia (BI) akan berencana memperluas insentif kebijakan likuiditas makroprudensial atau KLM ke sektor padat karya.
Dari yang selama ini hanya untuk sektor hilirisasi minerba dan minerba, perumahan, pariwisata, otomotif, perdagangan hingga jasa sosial.
“Kita ingin lebih berkualitas, menyejahterakan, ini yang ke depan kita evaluate. Kita mapping, sebagian besar sudah labour intensive, tinggal bagaimana kita optimalkan,” sebut Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia Solikin M. Juhro melalui siaran persnya, Selasa (24/9/2024).
Insentif KLM diberikan oleh BI untuk akan memacu pertumbuhan kredit demi menggerakkan aktivitas ekonomi. Bank yang menyalurkan kredit pada sektor-sektor prioritas dan produktif akan mendapat fasilitas stimulus iyu.
Menurut Solikin, dampak positif dari insentif KLM itu sudah terlihat dari kinerja penyaluran kredit nasional yang konsisten tumbuh sejak Januari 2024 di atas 10%.
“Kredit tumbuh 11,4%. Ini konsisten sejak awal tahun tumbuh di atas 10%. Jadi ini menunjukkan juga ekonomi dari sisi pembiayaan masih bagus,” tambah Solikin.
Data BI menunjukkan capaian insentif KLM sebesar 3,44%, atau Rp256,06 triliun pada September 2024. Secara sektoral, insentif KLM utamanya dikontribusikan dari sektor hilirisasi dan inklusif, atau Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM).
BI: Kredit Bank per Agustus 2024 Tumbuh 11,40% YoY
Realisasi KLM per kelompok bank, yakni, oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD) senilai Rp 24,35 triliun dan rasio insentifnya di angka 3,17%; bank BUMN Rp118,56 triliun dengan rasio insentif 3,83%; bank umum swasta nasional (BUSN) Rp110,54 triliun dengan rasio insentif 3,23%; dan kantor cabang bank asing (KCBA) Rp2,61 triliun dengan rasio insentif 1,61%.
Namun, masih ada beberapa subsektor yang tidak dapat tercakup, yaitu sektor dengan tingkat risiko kredit yang tinggi, seperti Sektor Tekstil dan Sektor Konstruksi.
Lalu, ada Non Perumahan untuk bangunan sipil (konstruksi jalan tol, bangunan, jembatan, dan konstruksi lain yang terkait dengan Pemerintah) karena mayoritas merupakan proyek yang dijalankan BUMN Karya dengan kinerja kurang baik.
Sektor Lain-Lain (Konsumsi) selain KPR (Sektor Perumahan) dan KPR & KKB Green, seperti Multiguna juga belum tercakup, termasuk sektor jaringan distribusi utama atau JDU yang bukan merupakan aktivitas sektor riil seperti aktivitas keuangan.
“Kita akan evaluasi, mana yang kurang. Dulu kita hanya bicara sektor prioritas saja, sektor yang slow driver dan sebagainya. Nanti sektor yang sudah dapat insentif banyak, kita arahkan ke yang lain, syaratnya dia harus berkontribusi pada Pertumbuhan Ekonomi, daya ungkit, sumber pertumbuhan ekonomi baru,” imbuhnya.