Mahasiswa Sulap Limbah Tahu dan Kotoran Sapi Jadi Biogas Waktu Singkat
2 min readBlinkiss.id, Jakarta
Kepala Subdit Penyiapan Program Bioenergi Direktorat Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Trois Dilisusendi, menyampaikan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) ditargetkan sudah terpasang 489,8 juta meter kubik pada tahun 2025. Nyatanya hingga tahun 2022 pemanfaatan PLTBg hanya sekitar 47,72 juta atau 9,7% yang dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga, komunal dan industri.
Sebagai sebuah penelitian, proses produksinya yang memakan waktu cukup lama yaitu berkisar 30 hari, dianggap masih menjadi kendala utama dalam lambatnya penerapan energi alternatif tersebut (Mago, 2020).
Selain itu, keterbatasan teknologi untuk proses produksi dimana teknologi konvensional tabung biogas mampu menghasilkan suhu panas yang mencapai batas 37 derajat celcius.
Menjawab tantangan itu, perusahaan plat merah PT Pertamina (Persero), berkolaborasi dengan Pertamina Foundation dan Universitas Pertamina (UPER) melalui program Desa Berdikari Sobat Bumi (DEB SOBI) dalam mengembangkan reaktor biogas sebagai kebutuhan rumah tangga di Desa Bojongkulur, Kabupaten Bogor. Inovasi tersebut turut menggandeng mahasiswa UPER sebagai inisiator.
“Dikenal sebagai desa yang dapat memproduksi hingga 2.000 tahu dalam sehari, pengelolaaan limbah hasil tahu di Desa Bojongkulur belum dilakukan secara optimal. Melalui riset yang ada, kami mencoba mengelola limbah tahu tersebut agar dapat digunakan sebagai energi biogas,” tutur Yama, Mahasiswa Teknik Perminyakan Universitas Pertamina, Kamis (28/3/2024), Jakarta
Program pengelolaan limbah tahu yang telah berjalan sejak Januari 2024 ini telah menghasilkan 1,7 meter kubik reaktor biogas. “Untuk menghasilkan biogas, kami juga mencampurkan kotoran sapi sebagai aktivasi bakteri. Kemudian prosesnya melalui dua tahapan yaitu tahap inokulasi, berupa proses memasukkan kotoran sapi ke dalam reaktor yang diendapkan selama 4-5 hari. Ketika sudah menghasilkan gas metana, kami mulai masuk ke tahap kedua adaptasi yaitu memasukkan umpan limbah tahu secara perlahan hingga mencapai target yaitu 750 liter per hari,” tambah Yama.
Proses produksi biogas tersebut juga dibantu oleh alat pemanas berupa panel surya untuk mendapatkan bakteri yang dapat mengolah limbah tahu menjadi biogas dalam waktu yang relatif lebih singkat. Hal ini dikarenakan panel surya membantu memanaskan tabung reaktor hingga mencapai suhu 50 derajat celcius yang dapat meningkatkan aktivitas bakteri dalam mengolah limbah tahu menjadi biogas.
Pada akhirnya pengembangan biogas DEB SOBI tersebut dapat menghasilkan biogas yang lebih cepat hingga 2 kali daripada teknologi konvensional. Selain itu, biogas yang berasal dari 750 liter limbah tahu telah dimanfaatkan oleh dua rumah tangga dan akan dipasang secara bertahap untuk kebutuhan produksi tahu di Desa Bojongkulur.
Proses pengembangan energi biogas tersebut mendapatkan dukungan penuh dari rektor Universitas Pertamina. “Didukung dengan pembelajaran yang berorientasi dalam menjawab berbagai tantangan secara holistik, mahasiswa juga dibekali dengan pengetahuan berbasis pembangunan berkelanjutan. Seperti melalui mata kuliah Pembangunan Berkelanjutan yang mendorong mahasiswa untuk kreatif dan kritis dalam menjawab permasalahan secara nyata. Kegiatan ini diharapkan menjadi pemantik mahasiswa untuk terus menjadi agen perubahan yang memberikan kebermanfaatan ditengah masyarakat,” papar Prof. Dr. Ir. Wawan Gunawan A. Kadir MS. (JB Rumapea)