20 September 2024

Blinkiss ID

Berita dan Video Kilat Terkini

Kemenkeu Sumut Bersama Akademisi Bahas Dampak Perubahan Iklim Sebagai Solusi Perekonomian

3 min read

Blinkiss.id, Medan

Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal (Ditjen) Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara (Provsu) perwakilan Kementerian Keuangan Sumatera Utara (Kemenkeu Sumut) bersama akademisi melaksanakan seminar yang membahas “Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ekonomi dan Pertanian Regional Sumatera Utara”.

Seminar yang terlaksana di Aula Sinabung Kanwil DJPb Sumut, Kamis (1/8) kemarin, diisi narasumber dari Local Expert Kemenkeu Sumut, Akademisi USU, serta Kepala UPTD Perlindungan Tanaman Pangan Hortikultura dan Pengawasan Mutu Keamanan Pangan Sumut.

Narasumber hadir memberikan pandangan mereka mengenai tantangan dihadapi sebagai langkah strategis yang perlu diambil untuk mitigasi juga adaptasi perubahan iklim.

Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Sumut, Syaiful menyampaikan Perubahan iklim memberikan ancaman utama di berbagai ekonomi maupun pertanian khususnya di Sumut karena pertanian merupakan penopang utama bagi perekonomian.

Pada sektor pertanian perubahan iklim dapat mempengaruhi pola tanam serta masa panen raya, peningkatan frekuensi yang intensitas bencana, perubahan kesuburan tanah juga ketersediaan air, atau munculnya hama serta penyakit tanaman baru.

Dampak tersebut, jelas Syaiful, mempengaruhi produktifitas pertanian dan ketahanan pangan, serta kesejahteraan petani yang menurun, Selasa (6/8/2024)

“Tentunya kegagalan produktifitas pertanian akan meningkatkan harga pangan karena ketersediaan pasokan juga mengalami penurunan yang akan menyebabkan terjadinya inflasi,” ungkapnya.

Selain itu, sambung Syaiful, perubahan pola perdagangan baik regional maupun global karena pergeseran perubahan zona produksi pangan akan mempengaruhi keunggulan komparatif, Peningkatan biaya investasi khususnya infrastruktur atau penelitian, dan potensi migrasi penduduk berupa urbanisasi disebabkan kekurangan lahan pertanian yang produktif.

Dalam penutupnya Syaiful mengajak untuk menjadikan seminar ini sebagai langkah awal untuk membangun masa depan ekonomi yang lebih tangguh berkelanjutan bagi generasi medatang.

Herfita Rizki Hasanah Gurning, SE, M.Ec.Dev, selaku Dosen Tetap Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara (USU), memaparkan bahwa perubahan iklim diartikan sebagai perubahan kondisi fisik atmosfer bumi yang meliputi fluktuasi suhu dan distribusi curah hujan. Sejak abad ke-19, aktivitas manusia seperti industri, energi, transportasi, pertanian, dan penggunaan lahan telah mempercepat perubahan ini, menyebabkan dampak serius seperti kekeringan, banjir, atau penurunan keanekaragaman hayati.

Menurutnya, jejak ekologis per kapita di Indonesia mencapai 1,7 hektar global (gha), melebihi biokapasitas per kapita sebesar 1,2 gha, menunjukkan konsumsi sumber daya yang tidak berkelanjutan. Analisis menunjukkan korelasi negatif antara suhu juga curah hujan dengan pertumbuhan ekonomi, serta kecenderungan rendahnya produktivitas pertumbuhan ekonomi di daerah dengan risiko bencana tinggi.

“Adaptasi serta mitigasi perubahan iklim, termasuk pendidikan lingkungan, insentif ekonomi hijau, pengembangan teknologi hijau, diusulkan untuk mengatasi tantangan ini mendukung transformasi ekonomi berkelanjutan,” sarannya.

Marino, SP, MM, Kepala UPTD Perlindungan Tanaman Pangan Hortikultura dan Pengawasan Mutu Keamanan Pangan Sumut, menyoroti dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian. Data menunjukkan bahwa produktivitas padi menurun hingga 14,4% untuk setiap kenaikan suhu 1°C, akibat stres panas mengganggu proses fotosintesis dan pertumbuhan tanaman.

Selain itu, perubahan pola curah hujan menyebabkan banjir, mengurangi ketersediaan air untuk irigasi. Tantangan lainnya yang dihadapi sektor pertanian termasuk laju pertumbuhan penduduk  cepat, alih fungsi lahan, serangan hama dan penyakit, infrastruktur pertanian tidak memadai. Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah provinsi telah mengembangkan kebijakan meningkatkan infrastruktur irigasi, mengembangkan varietas tanaman tahan iklim, dan menyediakan dukungan finansial serta pelatihan bagi petani.

Dr. Wahyu Ario Pratamo, M.Ec, Local Expert Kementerian Keuangan Wilayah Sumut,  bahwa perubahan iklim juga berdampak produktivitas tenaga kerja dan kesehatan masyarakat. Wilayah risiko bencana tinggi cenderung memiliki produktivitas lebih rendah dan angka harapan hidup yang lebih rendah. Penyakit seperti malaria, diare, TB paru, pneumonia, dan demam berdarah dengue (DBD) dapat meningkat akibat perubahan iklim, menurunkan kualitas hidup dan produktivitas tenaga kerja.

“Sumatera Utara memiliki potensi besar dalam sektor pertanian dengan luas lahan sawah mencapai 330.441,8 hektar. Produksi beras tahun 2023 mencapai 3.986.465 ton, menunjukkan surplus signifikan. Namun, untuk memastikan ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani, perlu ada perhatian khusus terhadap dampak perubahan iklim yang dapat mengancam stabilitas sektor ini,” bilangnya.

Diungkapkannya bahwa pertumbuhan ekonomi Sumut diproyeksikan meningkat menjadi 5,20 persen – 5,40 persen pada tahun 2024 dan 5,50 persen – 5,60 persen pada tahun 2025. Untuk mendukung pertumbuhan ini, peningkatan daya saing ekonomi melalui perbaikan institusi, adopsi teknologi informasi, stabilitas makro, kesehatan, serta pasar produk dan tenaga kerja menjadi sangat penting.

“Kementerian Keuangan berkomitmen untuk terus mendukung kebijakan yang dapat mengurangi dampak perubahan iklim dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di Sumut,” tutupnya. (JB Rumapea)

Facebook Comments Box
Translate »