Terbukti Bersekongkol Dapatkan Rahasia Perusahaan, KPPU Denda Rp3 M PMA Asal Jepang
3 min read
Blinkiss.id, Medan
Terbukti bersekongkol untuk mendapatkan rahasia perusahaan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan denda sebesar Rp3 miliar kepada perusahaan penanaman modal asing (PMA) Jepang, PT Maruka Indonesia dalam Perkara Nomor 08/KPPU-L/2024 tentang dugaan Pelanggaran Pasal 23 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait Persekongkolan untuk
Mendapatkan Rahasia Perusahaan PT Chiyoda Kogyo Indonesia.
Sanksi denda tersebut
dibacakan Ketua Majelis Komisi, Eugenia Mardanugraha dengan anggota Mohammad Reza dan Hilman Pujana pada sidang majelis pembacaan putusan, Rabu (26/2/2025)
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama pada Sekretariat Jenderal KPPU, Deswin Nur melalui keterangan persnya menyebutkan, investigator KPPU menindaklanjuti laporan publik adanya persekongkolan yang dilakukan beberapa Terlapor dalam memperoleh rahasia perusahaan milik PT Chiyoda Kogyo Indonesia (PT CKI).
Ketiga Terlapor tersebut lanjutnya, terdiri dari
PT Maruka Indonesia (Terlapor I), Hiroo Yoshida (Terlapor II), dan PT Unique Solution Indonesia (Terlapor III). Terlapor I dan III merupakan perusahaan penanaman modal asing (PMA) Jepang, sementara Terlapor II merupakan individu warga negara Jepang.
Pelapor dalam perkara ini lanjutnya, PT CKI yang juga PMA Jepang, merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan mesin industri dan manufaktur.
Sebagai laporannya. PT CKI
juga meminta agar para Terlapor membayar ganti rugi baik secara materiil maupun immateril kepada Pelapor.
Dalam laporan dugaan pelanggaran, Investigator KPPU lanjutnya menjelaskan Terlapor II merupakan mantan karyawan pelapor, yang pasca berhenti dari perusahaan, bekerja dan menjabat sebagai Presiden Direktur di Terlapor III.
Sedangkan Terlapor I yang
merupakan perusahaan perdagangan, sebelumnya bekerja sama dengan pelapor untuk membuat mesin yang dipesan klien Terlapor I. Saat itu, Terlapor II merupakan Direktur Marketing di perusahaan pelapor.
Kemudian pada 23 Juni 2020, diketahui Terlapor I bersama Terlapor II mendirikan perusahaan Terlapor III, dan menunjuk Terlapor II menjadi Presiden Direktur. Dengan adanya dugaan persekongkolan antara Terlapor I dan Terlapor II yang membentuk Terlapor III, pekerjaan pesanan mesin penggunaan khusus yang sebelumnya dikerjakan pelapor berpindah dikerjakan Terlapor III.
Pekerjaan pesanan mesin industri tersebut dikerjakan mantan karyawan pelapor yang diduga telah diajak Terlapor II untuk berpindah ke Terlapor III. Akibat dugaan persekongkolan tersebut, pendapatan Pelapor menjadi terdampak.
Pelapor menyatakan terjadi penurunan pendapatan di Divisi Special Purpose Machine secara signifikan, yakni dari Rp112 miliar pada Desember 2019 menjadi Rp40 miliar pada Desember 2020. Akibat dugaan persekongkolan tersebut, Pelapor diduga menderita kerugian sebesar Rp63 miliar sehingga mengajukan ganti kerugian.
Dalam laporan dugaan pelanggaran, Investigator KPPU juga memaparkan berbagai temuan yang mengarah kepada dugaan pelanggaran Pasal 23 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang
dilakukan para Terlapor.
Dalam pemeriksaan lanjutan, Majelis Komisi mendengarkan keterangan dari berbagai saksi dan ahli yang dihadirkan investigator juga para Terlapor.
Para Terlapor sendiri
dinilai Majelis Komisi tidak patuh hukum yang berlaku di Indonesia karena tidak mau menghadiri persidangan di KPPU. Akhirnya lewat persidangan, Majelis Komisi menemukan fakta bahwa telah terjadi persekongkolan yang dilakukan para Terlapor untuk mendapatkan kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan milik Pelapor berupa adanya proyek, konsumen dan karyawan yang berpindah ke Terlapor I dan Terlapor III, juga penggunaan rahasia perusahaan berupa rekaman video milik Pelapor yang digunakan Terlapor II untuk mendesain gambar proyek yang serupa.
Majelis Komisi juga menilai
persaingan tidak sehat dalam perkara ini terjadi karena para Terlapor merebut konsumen pelapor, dan tidak berupaya untuk memperluas pasar dengan mencari konsumen baru.
“Berdasarkan fakta dan bukti di persidangan tersebut, Majelis Komisi memutuskan PT Maruka Indonesia, Terlapor I dan saudara Hiroo Yoshida, Terlapor II terbukti secara
sah dan meyakinkan melanggar Pasal 23 UU No. 5 Tahun 1999. Terlapor lainnya, PT Unique
Solution Indonesia tidak terbukti melanggar pasal tersebut karena merupakan perusahaan bentukan Terlapor 1 dan Terlapor 2 untuk menampung hasil persekongkolan mereka,” ujarnya.
Atas pelanggaran tersebut, KPPU menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp3 miliar kepada PT Maruka Indonesia, namun tidak menjatuhkan sanksi denda pada Terlapor II, karena bukan pelaku usaha.
Majelis Komisi juga memutuskan untuk menolak permintaan
ganti kerugian baik materiil maupun immateril yang diajukan Pelapor, karena besaran kerugian tidak dapat dibuktikan Pelapor dalam persidangan. (JBR/15)