Lewat Kejaksaan Negeri Gunungsitoli, cucu maafkan nenek penganiaya

Medan, BLINKISS – Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara melalui Kejaksaan Negeri Gunungsitoli berhasil menyelesaikan perkara penganiayaan anak di bawah umur oleh nenek kandungnya secara humanis melalui mekanisme restorative justice (RJ).
Persetujuan penyelesaian perkara tersebut diberikan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI, Prof. Dr. Asep N. Mulyana melalui Direktur C, setelah dilakukan ekspose daring dari ruang rapat lantai II Kejati Sumut, Rabu (7/8/2025). Ekspose dipimpin Wakajati Sumut Sofiyan S, SH., MH, didampingi Asisten Pidana Umum Jurist Precisely, SH., MH, serta para kepala seksi bidang pidana umum.
Peristiwa terjadi pada Rabu, 2 April 2025 sekitar pukul 15.00 WIB di Desa Hiliduruwa, Kecamatan Sawo, Kabupaten Nias Utara. Tersangka M.H. alias Ina F., nenek kandung dari korban anak di bawah umur A.T. alias A., datang ke rumah saksi Y.D. alias Ina I. untuk dipijat oleh saksi lainnya, A.T. alias Ina Y.
Saat itu, tersangka meminta cucunya yang sedang duduk di ruang tamu untuk memindahkan barang dagangan miliknya yang berada sekitar 500 meter dari lokasi. Namun korban menolak karena masih sakit hati atas ucapan tersangka yang sebelumnya memaki ibunya dengan kata-kata tak pantas.
Penolakan tersebut memicu pertengkaran. Tersangka menjambak rambut korban, yang kemudian melawan dengan kata-kata kasar. Tindakan itu membuat tersangka semakin emosi hingga menampar pipi kanan korban, menjambak rambut kembali, lalu memegang pundak korban dan mendorongnya ke sudut ruangan. Akibatnya, korban mengalami luka lecet ringan di badan dan pundaknya.
Atas tindakan tersebut, tersangka dijerat dengan Pasal 80 Ayat (1) Jo Pasal 76C UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Pelaksana Harian Kasi Penkum Kejati Sumut, M. Husairi, SH., MH, menyampaikan bahwa setelah menerima pelimpahan berkas perkara dan tersangka, jaksa fasilitator Kejari Gunungsitoli memulai proses mediasi, mengingat hubungan antara pelaku dan korban adalah nenek dan cucu.
“Hasilnya, kedua pihak menyatakan telah berdamai dan memohon agar perkara tidak dilanjutkan ke pengadilan. Kesepakatan ini disaksikan langsung oleh penyidik dan keluarga kedua belah pihak,” ujar Husairi.
Ia menambahkan bahwa penyelesaian perkara melalui RJ merupakan bagian dari komitmen Kejaksaan dalam menegakkan hukum yang berkeadilan dan humanis.
“Restorative justice menjadi pilihan untuk menjaga keharmonisan sosial, memperkuat nilai-nilai kearifan lokal, serta mempertimbangkan relasi kekeluargaan yang erat di tengah masyarakat,” pungkasnya.
(Agung)