BI: Tren Perekonomian Dunia Melambat Akibat Penerapan Tarif Resiprokal AS

Blinkiss.id, Jakarta
Perekonomian dunia masih dalam tren melambat akibat dampak penerapan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) dan ketidakpastian yang masih tinggi.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso menyebutkan hal itu melalui siaran persnya di website bi.go.id, Kamis (18/9/2025)
Pernyataan tersebut juga diungkapkan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo didampingi Deputi Gubernur Senior BI dan empat Deputi Gubernur BI lainnya usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan September 2025 yang rilis di media sosial YouTube dan Instagram BI Rabu (17/9) siang.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan dari
berbagai indikator menunjukkan perlambatan pertumbuhan ekonomi terjadi di sebagian besar negara disertai dengan disparitas pertumbuhan antarnegara.
Di AS, keyakinan pelaku ekonomi menurun seiring implementasi kebijakan tarif yang berdampak pada melemahnya konsumsi rumah tangga dan naiknya tingkat pengangguran. “Kinerja ekonomi Tiongkok juga melambat akibat menurunnya ekspor terutama ke AS sebagai dampak tarif resiprokal AS serta melemahnya permintaan domestik khususnya investasi,” pungkas Perry.
Ekonomi Eropa dan Jepang juga dalam tren menurun sejalan dengan tertekannya kinerja ekspor. Sementara itu, ekonomi India sedikit meningkat ditopang oleh stimulus fiskal untuk mendorong konsumsi.
Perry memaparkan dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi dunia 2025 masih berpotensi lebih rendah dari prakiraan sebelumnya sekitar 3,0 persen.
“Prospek ekonomi dunia yang belum kuat dan menurunnya tekanan inflasi mendorong sebagian bank sentral menempuh kebijakan moneter akomodatif, kecuali di Jepang,” tambah Perry.
Ia menilai probabilitas penurunan Fed Funds Rate (FFR) juga semakin tinggi sejalan dengan naiknya tingkat pengangguran AS.
Di pasar keuangan global, yield US Treasury menurun sejalan dengan ekspektasi penurunan FFR dan mendorong pelemahan indeks mata uang dolar AS (DXY). Dengan masih tingginya ketidakpastian, aliran modal global ke komoditas emas semakin meningkat sedangkan aliran modal ke emerging market (EM) tertahan.
“Ke depan, volatilitas pasar keuangan global masih terus berlanjut sehingga perlu diantisipasi dengan penguatan berbagai respons dan koordinasi kebijakan untuk menjaga ketahanan ekonomi dalam negeri,” jelasnya.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu makin ditingkatkan agar sesuai dengan kapasitas perekonomian. Pada triwulan III 2025, sejumlah indikator menunjukkan konsumsi rumah tangga masih belum kuat dipengaruhi oleh menurunnya ekspektasi konsumen khususnya pada kelompok menengah ke bawah serta terbatasnya ketersediaan lapangan kerja.
Investasi juga perlu terus diperkuat melalui percepatan realisasi berbagai program prioritas Pemerintah, termasuk pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di berbagai daerah. Sementara itu, ekspor diprakirakan lebih baik ditopang oleh kenaikan ekspor produk pertanian dan manufaktur, khususnya komoditas minyak kelapa sawit (CPO) ke India seiring penurunan bea impor.
Perry menyebut Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi dengan kebijakan stimulus fiskal dan sektor riil Pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas perekonomian.
Dari sisi fiskal, belanja Pemerintah diprakirakan akan meningkat di semester II 2025 sejalan dengan implementasi proyek prioritas Pemerintah terkait program ketahanan pangan, energi, pertahanan dan keamanan, Paket Kebijakan Ekonomi Pemerintah 2025.
Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penurunan suku bunga, pelonggaran likuiditas, peningkatan insentif makroprudensial, serta percepatan digitalisasi ekonomi dan keuangan.
Dengan penguatan sinergi kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah tersebut, pertumbuhan ekonomi semester II 2025 diprakirakan membaik sehingga secara keseluruhan tahun 2025 akan berada di atas titik tengah kisaran 4,6–5,4 persen. (JBR/15)