OJK Stabillitas Sistem Keuangan Tetap Terjaga, Dorong Pencapaian Pertumbuhan Ekonomi
Blinkiss.id, Jakarta
Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) triwulan III tahun 2025 tetap terjaga dan mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi dengan terus mewaspadai berbagai risiko global.
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menilai penguatan kewaspadaan terhadap berbagai risiko tetap akan terus dilakukan dan disertai respons kebijakan yang efektif. KSSK telah menyelenggarakan rapat berkala KSSK IV tahun 2025 pada Jumat, 31 Oktober 2025, Selasa (4/11/2025)
Rapat tersebut menyepakati untuk terus memperkuat sinergi dan koordinasi kebijakan antarlembaga anggota KSSK maupun dengan Kementerian/Lembaga lain, dalam upaya memastikan agar SSK senantiasa terjaga, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi.
Perekonomian dunia masih menghadapi tantangan akibat dampak tarif impor AS yang menyebabkan ketidakpastian tetap tinggi, namun ekspektasi perbaikan ekonomi ke depan mulai menguat. Di AS, aktivitas ekonomi yang masih lemah berdampak pada berlanjutnya pelemahan pasar tenaga kerja, sehingga mendorong The Fed memangkas Fed Funds Rate (FFR) sebesar 25 bps pada Oktober 2025 menjadi kisaran 3,75%-4,00%.
Sementara perekonomian Eropa, Jepang, Tiongkok, dan India juga belum kuat dipengaruhi antara lain oleh masih lemahnya konsumsi rumah tangga, meskipun berbagai stimulus telah diberikan. IMF merevisi ke atas pertumbuhan ekonomi global tahun 2025 ke 3,2% dalam laporan Oktober 2025 (outlook Juli 2025: 3,0%) meskipun masih lebih rendah dibandingkan tahun 2024 di level 3,3%, didorong kondisi keuangan yang lebih longgar, kesepakatan dagang AS dengan negara mitra utama, ekspansi fiskal di sejumlah negara berkembang, serta penurunan inflasi.
Momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia menguat dan diprakirakan mencapai target Pemerintah tahun 2025. Pada triwulan III 2025, konsumsi rumah tangga dan investasi tetap terjaga baik dengan dukungan Pemerintah bersama otoritas moneter dan sektor keuangan. Penjualan ritel September 2025 tumbuh 5,8% yoy (Juni 2025: 1,3%) diikuti keyakinan konsumen terhadap kinerja pemerintahan dan ekonomi yang terus membaik. Aktivitas manufaktur kembali berada di area ekspansif pada akhir triwulan III 2025 dengan Purchasing Managers’ Index (PMI)Manufaktur mencapai 50,4 (Juni 2025: kontraksi 46,9) dan berlanjut ke 51,2 pada Oktober 2025, utamanya ditopang oleh kenaikan pesanan baru selama tiga bulan berturut-turut, sejalan dengan surplus neraca perdagangan triwulan III 2025 yang mencapai USD14,00 miliar (63,4% qtq dan 112,1% yoy) karena kuatnya daya saing produk Indonesia.
Penempatan kas Pemerintah Rp200 triliun sebagai cash management turut meningkatkan likuiditas perekonomian, tecermin dari pertumbuhan uang primer (M0) sebesar 13,2% yoy. Likuiditas perekonomian juga meningkat sejalan dengan kebijakan moneter longgar dan ekspansi likuiditas, dengan pertumbuhan uang beredar dalam arti luas (M2) mencapai 8,0% yoy pada September 2025, lebih tinggi dibandingkan 6,5% yoy pada Juni 2025. Ke depan, investasi akan terus diperkuat termasuk melalui peran Danantara sebagai pengungkit investasi swasta serta upaya penciptaan iklim investasi yang kompetitif dengan pembentukan Satuan Tugas Percepatan Program Strategis Pemerintah (Satgas P2SP).
Belanja APBN untuk mendukung aktivitas konsumsi dan produksi diperkuat melalui percepatan implementasi program strategis, serta pemberian stimulus dan dukungan insentif bagi sektor prioritas yang disinergikan dengan kebijakan moneter dan sektor keuangan.
Perkembangan positif aktivitas ekonomi dan koordinasi kebijakan memperkuat optimisme ekonomi Indonesia akan tumbuh di atas 5,5% yoy pada triwulan IV 2025 dengan dukungan stimulus Rp34,2 triliun, secara full year 2025 diproyeksikan tumbuh hingga 5,2%.
Ketahanan eksternal tetap terjaga dan nilai tukar Rupiah tetap terkendali di tengah ketidakpastian global. Posisi cadangan devisa pada akhir September 2025 tetap kuat sebesar 148,7 miliar dolar AS, setara pembiayaan 6,0 bulan impor serta pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Pada akhir triwulan III 2025, Rupiah sempat melemah sebesar 1,05% ptp dibandingkan dengan level pada akhir Agustus 2025 sejalan dengan ketidakpastian global yang cukup tinggi.
Nilai tukar Rupiah kembali menguat pada Oktober 2025 didukung oleh kebijakan stabilisasi BI, di mana pada 31 Oktober 2025 tercatat sebesar Rp16.630 per dolar AS, atau menguat 0,21% ptp dibandingkan dengan level pada akhir September 2025.
Peningkatan konversi valas ke Rupiah oleh eksportir seiring penerapan penguatan kebijakan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) juga mendukung tetap terkendalinya nilai tukar Rupiah.5. Tekanan inflasi secara umum tetap terjaga dalam kisaran sasaran. Inflasi IHK September 2025 tercatat sebesar 2,65% yoy. Inflasi inti tetap rendah sebesar 2,19% yoy, dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi yang masih di bawah kapasitas serta didukung konsistensi kebijakan moneter dalam menjangkar ekspektasi inflasi sesuai sasaran dan imported inflation yang rendah.
Inflasi administered prices (AP) tetap rendah sebesar 1,10% yoy seiring menurunnya tarif angkutan dan bensin di tengah kenaikan harga jual eceran rokok. Inflasi volatile food (VF) meningkat menjadi 6,44% yoy didorong oleh kenaikan harga komoditas cabai, bawang, beras, dan daging ayam ras seiring berakhirnya masa panen dan peningkatan biaya input produksi.
Sinergi pengendalian inflasi VF terus dilakukan melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat/Daerah (TPIP/TPID) dan penguatan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).
Sementara itu, inflasi IHK Oktober 2025 meningkat menjadi 2,86% yoy, dengan seluruh komponen mengalami inflasi yaitu inflasi inti menjadi 2,36% yoy, inflasi AP menjadi 1,45% yoy dan inflasi VF menjadi sebesar 6,59% yoy.
Pasar SBN melanjutkan perbaikan kinerja pada triwulan III 2025. Yield SUN seri benchmarktenor 10 tahun turun 62 bps ytd ke level 6,36% di akhir triwulan III 2025, dan terus turun hingga level 6,07% pada 31 Oktober 2025 atau turun 95 bps ytd. Spread SUN seri benchmark tenor 10 tahun dengan UST tenor 10 tahun juga turun ke level 221 bps pada akhir triwulan III 2025 dan 196 bps pada 31 Oktober 2025.
Pasar perdana SBN juga terjaga kuat, di mana bid to cover ratiomencapai 3,86 kali selama triwulan III 2025. Kinerja pasar SBN didukung oleh likuiditas domestik yang memadai, kinerja fiskal yang kuat, serta prospek perekonomian domestik yang solid.
Di tengah tekanan global dan moderasi harga komoditas, APBN menjalankan peran strategis meredam guncangan melalui belanja yang efektif. Hingga akhir triwulan III 2025, realisasi belanja negara mencapai Rp2.234,8 triliun (63,4% outlook Lapsem), difokuskan untuk mendukung agenda pembangunan nasional dan pelaksanaan program prioritas sebesar Rp480,4 triliun (51,6% dari pagu).
Pendapatan negara tercatat Rp1.863,3 triliun (65,0% outlook Lapsem), dipengaruhi moderasi harga komoditas. Sehingga, defisit APBN terkendali di level 1,56% terhadap PDB (Rp371,5 triliun) serta keseimbangan primer positif sebesar Rp18,0 triliun. Realisasi pembiayaan anggaran sesuai dengan rencana, mencapai Rp458,0 triliun (69,2% outlook Lapsem), terdiri dari pembiayaan utang sebesar Rp501,5 triliun (68,6% outlook Lapsem) dan penyaluran pembiayaan nonutang sebesar Rp43,5 triliun (62,6% outlook Lapsem).
Penyaluran pembiayaan nonutang antara lain untuk mendukung program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan ketahanan pangan nasional. Pembiayaan utang dipenuhi melalui SBN (neto) sebesar Rp471,4 triliun dan pinjaman (neto) Rp30,1 triliun.9. Untuk lebih mendorong aktivitas ekonomi dan daya beli masyarakat, Pemerintah menggulirkan paket stimulus ekonomi dalam bentuk: a. 8 program akselerasi program 2025 dengan total anggaran Rp15,7 triliun: (1) Program magang lulusan perguruan tinggi (maksimal fresh graduate 1 tahun); (2) Perluasan PPh Pasal 21 DTP untuk sektor pariwisata; (3) Bantuan pangan periode Oktober dan November; (4) Diskon iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) bagi Bukan Penerima Upah (BPU) transportasi online/OJOL, ojek pangkalan, supir, kurir, dan logistik selama 6 bulan; (5) Program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan BPJS Ketenagakerjaan; (6) Program padat karya tunai Kemenhub dan KemenPU; (7) Program – 2 -deregulasi sebagai implementasi PP 28/2025; dan (8) Program perkotaan (pilot project DKI Jakarta): perbaikan kualitas pemukiman dan penyediaan platform pemasaran untuk GigsUMKM. b. 4 program dilanjutkan di program 2026: (1) Perpanjangan periode pemanfaatan PPh Final 0,5% bagi UMKM hingga tahun 2029 serta penyesuaian penerima; (2) Perpanjangan PPh 21 DTP untuk pekerja di sektor pariwisata; (3) PPh Pasal 21 DTP untuk pekerja di industri padat karya; dan (4) Program diskon iuran JKK dan JKM untuk semua penerima BPU. c. 5 program penyerapan tenaga kerja: (1) Operasional KDKMP (Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih); (2) Replanting di perkebunan rakyat; (3) Kampung nelayan merah putih; (4) Revitalisasi tambak pantura; dan (5) Modernisasi kapal nelayan.d. Insentif PPN DTP atas penjualan rumah dengan harga hingga Rp5 miliar, untuk bagian harga sampai dengan Rp2 miliar sebesar 100% diperpanjang hingga 31 Desember 2027.e. Bantuan Langsung Tunai Sementara (BLTS) Sejahtera untuk 35,05 juta keluarga penerima manfaat (KPM) sudah disalurkan secara bertahap dan akan tersalurkan seluruhnya pada pekan kedua November 2025. Setiap KPM menerima total Rp900 ribu.10. BI terus memperkuat bauran kebijakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas perekonomian sejalan dengan program prioritas Pemerintah.
Kebijakan moneter BI diarahkan pada keseimbangan untuk menjaga stabilitas serta turut mendorong pertumbuhan ekonomi (pro-stability and growth).11. Konsisten dengan arah kebijakan tersebut, BI menurunkan BI-Rate pada bulan Juli, Agustus, dan September 2025 masing-masing sebesar 25 bps sehingga pada September 2025 menjadi 4,75%. Keputusan ini sejalan dengan upaya bersama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menjaga tetap rendahnya prakiraan inflasi 2025 dan 2026 dalam sasaran 2,5±1% dan stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya.
Ke depan, BIakan terus mencermati efektivitas transmisi kebijakan moneter longgar yang telah ditempuh, prospek pertumbuhan ekonomi dan inflasi, serta stabilitas nilai tukar Rupiah untuk memanfaatkan ruang penurunan BI-Rate. Arah bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk mempertahankan stabilitas dan turut mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan tersebut didukung dengan langkah-langkah kebijakan.12. BI terus memperkuat strategi stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi baik pada transaksi spot dan NDF di pasar domestik maupun transaksi NDF di pasar luar negeri, serta pembelian SBN di pasar sekunder untuk meningkatkan likuiditas dan menjaga stabilitas pasar keuangan.
BI juga terus memperkuat strategi operasi moneter pro-market guna memperkuat efektivitas transmisi penurunan suku bunga, meningkatkan likuiditas, dan mempercepat pendalaman pasar uang dan pasar valuta asing (valas), antara lain dengan memperluas underlying repo dalam operasi moneter BI dengan surat berharga berkualitas tinggi lainnya yang diterbitkan oleh lembaga jasa keuangan yang dibentuk atau didirikan Pemerintah untuk mendukung program Pemerintah, menerbitkan BI-FRN (Floating Rate Note), mengembangkan Overnight Index Swap (OIS) untuk tenor di atas overnight dalam rangka membentuk struktur suku bunga pasar, serta memperluas investor SukBI untuk dapat dimiliki oleh bank dan nonbank, termasuk bukan penduduk. Sebagai bentuk sinergi erat kebijakan moneter dan fiskal, hingga 30 Oktober 2025, BI telah membeli SBN sebesar Rp269,97 triliun, termasuk pembelian di pasar sekunder dan program debt switching dengan Pemerintah sebesar Rp199,92 triliun. 13. Kebijakan makroprudensial terus diperkuat untuk mendorong penurunan suku bunga, peningkatan likuiditas, dan kenaikan pertumbuhan kredit bagi pencapaian pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, melalui:a) Penguatan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang berbasis kinerja dan berorientasi ke depan, berlaku efektif mulai 1 Desember 2025 melalui pemberian insentif likuiditas atas komitmen bank dalam: (i) menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor tertentu (lending channel) dan (ii) menetapkan suku bunga kredit/pembiayaan sejalan dengan arah suku bunga kebijakan BI (interest rate channel). Besaran insentif KLM terdiri dari insentif lending channel yakni paling tinggi sebesar 5% dari DPK dan insentif interest rate channel yakni paling tinggi sebesar 0,5% dari DPK, sehingga total insentif paling tinggi sebesar 5,5% dari DPK.
Sektor yang mendapatkan insentif lending channel terdiri dari: (i) sektor pertanian, industri, dan – 3 -hilirisasi; (ii) sektor jasa, termasuk ekonomi kreatif; (iii) sektor konstruksi, real estate, dan perumahan; dan (iv) sektor UMKM, koperasi, inklusi dan berkelanjutan, yang juga menjadi sektor prioritas Pemerintah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Besaran insentif lending channel memperhitungkan faktor penyesuaian atas realisasi pertumbuhan kredit/pembiayaan dibandingkan komitmen pertumbuhan kredit/pembiayaan periode sebelumnya.
Sementara, besaran insentif interest rate channel didasarkan pada tingkat kecepatan perbankan dalam menyesuaikan suku bunga kredit/pembiayaan baru terhadap suku bunga kebijakan BI. Hingga Minggu pertama Oktober 2025, total insentif KLM mencapai Rp393 triliun, yang disalurkan pada bank BUMN sebesar Rp173,6 triliun, BUSN sebesar Rp174,4 triliun, BPD sebesar Rp39,1 triliun, dan KCBA sebesar Rp5,7 triliun. Secara sektoral, insentif KLM telah disalurkan ke sektor-sektor prioritas yakni sektor pertanian, perdagangan dan manufaktur, sektor real estate, perumahan rakyat, dan konstruksi, sektor transportasi, pergudangan, pariwisata dan ekonomi kreatif, serta UMKM, ultra mikro, dan hijau.b) Penguatan kebijakan makroprudensial longgar dengan mempertahankan: (i) Rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0%; (ii) Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94%; (iii) Rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) kredit properti paling tinggi sebesar 100% dan Uang Muka kredit Kendaraan Bermotor Bank paling rendah sebesar 0%, berlaku efektif 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2026; (iv) Rasio Pendanaan Luar Negeri bank (RPLN) paling tinggi sebesar 35% terhadap modal bank; serta (v) Rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 4% dengan fleksibilitas repo sebesar 4% dan PLM Syariah sebesar 2,5% dengan fleksibilitas repo sebesar 2,5%.14.
Kebijakan makroprudensial juga diarahkan untuk mendukung UMKM melalui (i) pemberian insentif KLM untuk sektor UMKM, Koperasi, inklusi dan berkelanjutan paling tinggi 1,5% dari DPK; (ii) implementasi kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusi Makroprudensial (RPIM) yang mewajibkan porsi kredit inklusi bank minimal 30% dari total kredit; dan (iii) pengembangan bisnis model UMKM di daerah, terutama pada sektor pertanian pangan dan komoditas ekspor.15.
Kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi melalui perluasan akseptasi pembayaran digital, serta penguatan infrastruktur dan konsolidasi struktur industri sistem pembayaran melalui: (a) perluasan implementasi kerja sama QRIS antarnegara Indonesia-Jepang, Indonesia-Tiongkok dan inisiasi Sandbox QRIS antarnegara Indonesia-Korea Selatan; (b) perluasan implementasi QRIS Tanpa Pindai (TAP) di berbagai sektor dan wilayah, termasuk pada 5 (lima) moda transportasi Jabodetabek dan parkir; dan (c) inisiasi Peningkatan Kapasitas dan Literasi Sinergi Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (KATALIS P2DD) sebagai wadah sinergi dan pembelajaran antar pemerintah daerah. Inovasi dan inisiatif tersebut diluncurkan dalam Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) berkolaborasi dengan Indonesia Fintech Summit & Expo (IFSE). 16. Selain itu, BI memperkuat dan memperluas kerja sama internasional di area kebanksentralan, termasuk konektivitas sistem pembayaran dan transaksi menggunakan mata uang lokal, serta fasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait. BI akan terus mempererat sinergi kebijakan dengan KSSK untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan dengan Pemerintah untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi sejalan dengan program prioritas Pemerintah. 17. Stabilitas sektor jasa keuangan (SJK) nasional terjaga stabil di tengah masih tingginya ketidakpastian geopolitik dan tensi perdagangan global, didukung oleh permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, profil risiko yang manageable, serta kinerja SJK yang stabil.18. Kinerja intermediasi perbankan stabil dengan profil risiko yang terjaga.
Kredit perbankan pada September 2025 mencatat pertumbuhan sebesar 7,70% yoy menjadi Rp8.162,82 triliun, didorong oleh kredit investasi yang tumbuh tinggi sebesar 15,18% yoy dan diikuti oleh kredit konsumsi sebesar 7,42% yoy, sedangkan kredit modal kerja tumbuh 3,37% yoy. Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio Non-Performing Loan (NPL) gross sebesar 2,24% dan NPL net sebesar 0,87%. Loan at Risk (LaR) juga relatif stabil, tercatat sebesar 9,52%.
Di sisi lain, DPK perbankan tercatat tumbuh sebesar 11,18% yoy menjadi Rp9.695 triliun, dengan giro, tabungan, dan deposito masing-masing tumbuh sebesar 14,58%, 6,45%, dan 12,37% yoy.- 4 -19. Ketahanan perbankan terjaga kuat tercermin dari tingkat permodalan atau Capital Adequacy Ratio (CAR) pada September 2025 yang berada di level tinggi sebesar 26,15%. Likuiditas perbankan pada September 2025 tetap memadai dengan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar 84,19%, Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) masingmasing tercatat sebesar 130,47% dan 29,30%, jauh di atas threshold sebesar 50% dan 10%.20. Pasar saham dalam negeri menunjukkan kinerja positif pada triwulan III 2025, terutama didukung oleh sentimen positif domestik maupun global. IHSG membukukan penguatan sebesar 16,36% qtq dan ditutup pada level 8.061,06 per 30 September 2025. Memasuki awal triwulan IV 2025, IHSG melanjutkan tren penguatan dan beberapa kali mencatatkan posisi All-Time High. Indeks ditutup pada level 8.163,88 per 31 Oktober 2025, sehingga telah terapresiasi sebesar 15,31% ytd.21. Penghimpunan dana di pasar modal domestik terpantau tetap kuat. Hingga 31 Oktober 2025, nilai Penawaran Umum di pasar modal domestik telah mencapai Rp198,84 triliun. Adapun pada pipeline, tercatat 27 rencana Penawaran Umum dengan nilai indikatif sebesar Rp21,84 triliun.22.
Pada sektor Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (PPDP), aset industri asuransi per September 2025 mencapai Rp1.181,21 triliun atau tumbuh 3,39% yoy. Secara umum, permodalan di industri asuransi komersial masih memadai dan solid, dengan Risk Based Capital (RBC) industri asuransi jiwa tercatat sebesar 481,94% serta asuransi umum dan reasuransi sebesar 326,38%, jauh di atas ambang batas 120%. Di sisi industri dana pensiun, total aset dana pensiun pada September 2025 tumbuh 8,18% yoy dengan nilai mencapai Rp1.622,78 triliun dengan aset dana pensiun program sukarela sebesar Rp397,83 triliun atau tumbuh 4,47% yoy. Adapun total aset perusahaan penjaminan tumbuh sebesar 1,37% yoy menjadi Rp 48,24 triliun. 23. Di sektor Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML), piutang pembiayaan Perusahaan Pembiayaan (PP) tumbuh sebesar 1,07% yoy pada September 2025 dengan nominal sebesar Rp507,14 triliun, didukung oleh pembiayaan modal kerja yang tumbuh sebesar 10,61% yoy. Profil risiko perusahaan pembiayaan terjaga dengan rasio Non-Performing Financing (NPF) gross sebesar 2,47% dan NPFnet sebesar 0,84%. Gearing ratio perusahaan pembiayaan masih berada pada level yang memadai dan tercatat sebesar 2,17 kali, jauh di bawah batas maksimum 10 kali. Pada industri Pinjaman Daring (Pindar), outstanding pembiayaan tumbuh 22,16% yoy dengan nominal Rp90,99 triliun dengan tingkat risiko kredit macet secara agregat (TWP90) pada level 2,82%. 24. Hingga September 2025, tercatat 1.416 aset kripto dapat diperdagangkan. OJK telah menyetujui perizinan 28 entitas di ekosistem perdagangan aset kripto, yang terdiri dari 1 bursa kripto, 1 lembaga kliring penjaminan dan penyelesaian, 2 pengelola tempat penyimpanan, dan 24 pedagang aset kripto.
Selain itu, jumlah konsumen aset kripto berada dalam tren meningkat, yang telah mencapai 18,61 juta konsumen pada posisi September 2025. Adapun nilai transaksi asetkripto selama September 2025 tercatat sebesar Rp38,64 triliun.25. Sebagai respons terhadap dinamika di tataran global, serta mencermati perkembangan perekonomian dan pasar domestik, OJK mengambil langkah-langkah kebijakan yang diperlukan guna menjaga SSK dan mendukung pertumbuhan ekonomi, sebagai berikut: a. OJK turut berperan aktif dalam mendorong pemberdayaan UMKM melalui penerbitan Peraturan OJK (POJK) tentang Kemudahan Akses Pembiayaan kepada UMKM.
Dengan POJK ini, perbankan dan Lembaga Keuangan Nonbank (LKNB) dapat menyalurkan pembiayaan/kredit kepada UMKM dengan mudah, tepat, cepat, murah, dan inklusif, namun tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian.b. Untuk memastikan pelindungan bagi semua nasabah dan mencegah praktik penipuan atau penyalahgunaan rekening, terutama rekening tidak aktif dan rekening dorman, OJK menerbitkan POJK tentang Pengelolaan Rekening pada Bank Umum sebagai langkah standarisasi dan penguatan tata kelola pengelolaan rekening di sektor perbankan. c. OJK berkomitmen mendukung optimalisasi peran SJK dalam mendukung program Pemerintah. Informasi pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang memuat status pemberian kredit tidak menjadi satu-satunya acuan dalam penilaian kelayakan calon debitur.
Dengan demikian, SLIK berfungsi sebagai sumber informasi yang bersifat netral dan tidak dimaksudkan – 5 -sebagai hambatan bagi pemberian kredit kepada pihak dengan kualitas kredit di luar kategori lancar. d. Untuk mendukung pemberantasan judi online yang berdampak luas pada perekonomian dan sektor keuangan, OJK telah meminta bank untuk melakukan pemblokiran terhadap ±25.912 rekening dari data yang disampaikan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital. 26. LPS terus mendorong efektivitas penanganan bank dan persiapan program penjaminan polis asuransi. Sepanjang 2024-2025, terdapat 26 BPR/S yang masuk dalam penanganan LPS, dengan rincian: 23 BPR/S dilikuidasi, 1 BPR diselamatkan melalui skema bail-in, dan 2 BPR/S dalam proses penanganan.
Sesuai dengan mandat baru, LPS sedang mengintensifkan persiapan pelaksanaan program penjaminan polis asuransi yang diharapkan diaktivasi sebelum tahun 2028.27.
LPS terus mengawal pelaksanaan kebijakan penjaminan simpanan berjalan efektif dalam menjaga kepercayaan masyarakat sekaligus mendukung SSK. Hingga September 2025, cakupan penjaminan simpanan LPS tetap di atas 90% dari total rekening perbankan nasional, yaitu masing-masing mencapai 662 juta rekening bank umum (99,94%) dan 15,8 juta rekening BPR/BPRS (99,97%). Per September 2025, LPS telah menurunkan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) sebesar 25 bps dari 3,75% menjadi 3,50% untuk simpanan Rupiah di bank umum.
Meskipun demikian, rata-rata suku bunga simpanan perbankan masih berada di atas TBP. Proporsi nasabah yang mendapatkan suku bunga simpanan di atas TBP meningkat dari sekitar 13% pada 2022 menjadi 32% pada September 2025. LPS bersama lembaga anggota KSSK lainnya mendorong perbankan untuk menyesuaikan suku bunga simpanan ke tingkat yang wajar. 28. LPS juga terus berperan aktif dalam memperluas basis masyarakat menabung. Berdasarkan data LPS, jumlah penduduk Indonesia yang belum memiliki rekening simpanan mencapai sekitar 51 juta orang atau 19,9% dari populasi penduduk usia 5–74 tahun. LPS bersama dengan lembaga anggota KSSK lainnya berperan aktif dalam memperluas basis masyarakat menabung melalui peningkatan literasi dan inklusi keuangan. 29. KSSK berkomitmen untuk terus meningkatkan sinergi guna mengantisipasi potensi risiko dari perkembangan ekonomi dan dinamika geopolitik dunia terutama rambatannya pada perekonomian dan sektor keuangan domestik, termasuk memperkuat coordinated policy response dan kewaspadaan untuk memitigasi berbagai risiko bagi perekonomian dan SSK. KSSK juga telah dan akan terus mendukung sektor riil dan program prioritas Pemerintah guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan demi mencapai kemakmuran bangsa.30. Pemerintah, BI, OJK, dan LPS berkomitmen menyelesaikan perumusan peraturan pelaksanaan amanat UU P2SK secara kredibel dengan melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk pelaku industri keuangan dan masyarakat.31. KSSK akan kembali menyelenggarakan rapat berkala pada bulan Januari 2026. (JBR/15)

