20 September 2024

Blinkiss ID

Berita dan Video Kilat Terkini

BI, KPEI, BEI, dan 8 Bank Bersatu Kembangkan Central Counterparty

4 min read

Blinkiss.id, Jakarta

Sebanyak 11 Lembaga yang terdiri dari Bank Indonesia (BI), PT Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), serta 8 bank yaitu Mandiri, BRI, BNI, BCA, CIMB Niaga, Danamon, Maybank, serta Permata menyepakati pengembangan Central Counterparty (CCP) di Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing (PUVA).

“Momentum ini ditandai dengan penandatanganan Perjanjian Antar Pemegang Saham (PAPS) tentang Kerja Sama Pembentukan dan Pengembangan CCP pada KPEI, yang merupakan penyelenggara CCP PUVA berizin dari Bank Indonesia,” sebut Asisten Gubernur BI Erwin Haryono melalui siaran persnya, Selasa (13/8/2024).

Erwin mengungkapkan, proses penandatanganan ini turut dihadiri Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku otoritas berwenang atas KPEI dalam fungsinya sebagai lembaga kliring juga penjaminan di pasar modal, serta selaku otoritas sektor perbankan yang akan menjadi anggota CCP.

Penandatanganan PAPS in juga merupakan tindak lanjut dari Nota Kesepahaman (NK) yang telah ditandatangani 11 entitas yang sama pada 18 Maret 2024.

CCP itu sendiri merupakan lembaga yang menempatkan dirinya diantara para pihak yang melakukan Transaksi Derivatif Suku Bunga dan Nilai Tukar Over-the-Counter (SBNT), sehingga bertindak sebagai pembeli bagi penjual dan sebagai penjual bagi pembeli, dikutip dari Consultatigve Paper Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK.

Dijelaskan Erwin lagi, langkah pengembangan CCP sebagai infrastruktur pasar keuangan (IPK) di Indonesia merupakan pemenuhan amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), Blueprint Pengembangan Pasar Uang (BPPU) 2025, serta komitmen G20 OTC Derivatives Market Reform.

CCP difokuskan sebagai lembaga yang menjalankan kliring serta pembaruan utang (novasi) bagi transaksi anggotanya. Dalam melakukan novasi, CCP menempatkan dirinya di antara para pihak yang melakukan transaksi guna memitigasi risiko kredit lawan transaksinya, risiko likuiditas, dan risiko pasar terhadap pergerakan harga di pasar.

Pada saat proses penandatanganan PAPS, Erwin menceritakan, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menyatakan pembentukan CCP ini merupakan bentuk konkrit antara BI, OJK, Self Regulatory Organization (SRO), dan industri dalam upaya pengembangan pasar uang yang modern dan maju.

“Tidak hanya perbankan, Bank Indonesia pun turut menunjukkan komitmennya sebagai pemegang saham CCP guna meningkatkan confidence pasar,” imbuhnya.

Kemudian, implementasi CCP membutuhkan peran aktif Asosiasi Pasar Uang dan Valuta Asing Indonesia (APUVINDO) yang mewakili industri bersama otoritas. Sinergi ini diharapkan dapat mendorong percepatan melalui implementasi pengembangan juga keberlangsungan bisnis CCP sebagai instrumen pasar keuangan (IPK) sistemik.

Pada kesempatan itu, Anggota Dewan Komisioner OJK, Dian Ediana Rae juga menyatakan OJK sangat mendukung pengembangan CCP karena keberadaan CCP kritikal mengembangkan transaksi derivatif di Indonesia. Dukungan tersebut diantaranya melalui pemberian izin kepada perbankan menanamkan investasinya di CCP.

Selain itu, dukungan juga diwujudkan dalam bentuk pemberian mandat kepada KPEI untuk memperluas lingkup layanan dan jasanya sebagai CCP di Pasar Uang dan Pasar Valas. PT KPEI mereka harap dapat terus mempertahankan standar internasional yang berlaku, sejalan dengan pengakuan yang telah diterima dari European Securities and Markets Authority (ESMA) sebagai Third-Country CCP untuk lini bisnis Lembaga Kliring dan Penjamin

(LKP) di pasar modal.

CCP yang rencananya akan beroperasi penuh pada akhir tahun ini. Tahapan selanjutnya adalah dari penandatanganan PAPS ini adalah realisasi penyertaan modal oleh Bank Indonesia dan 8 bank, yang akan dilakukan pasca perolehan persetujuan OJK kepada KPEI. Keseluruhan modal dari pemegang saham baru ini akan menjadi bagian dari penguatan modal CCP dalam pelaksanaan manajemen risiko kegagalan (default waterfall management).

Sebagai informasi, sejak November 2023 lalu, Komisi XI DPR telah resmi menyetujui penyertaan modal Bank Indonesia senilai Rp 40 miliar untuk pembentukan lembaga khusus kliring sentral transaksi derivatif suku bunga dan nilai tukar yang disebut dengan Central Counterparty untuk Transaksi Derivatif Suku Bunga dan Nilai Tukar (CCP SBNT).

“BI masuk Rp 40 miliar tadi, Ini sudah disetujui, tinggal pelaksanaan lebih lanjut.”

Sebagai dasar hukum pembentukan lembaga ini sebetulnya telah ditetapkan BI dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 21/11/PBI/2019 tentang Penyelenggaraan Central Counterparty Transaksi Derivatif Suku Bunga dan Nilai Tukar Over the Counter. Dalam aturan itu, modal awal yang harus disetor dalam pembentukan lembaga itu senilai Rp 408,16 miliar.

Selain BI yang akan menyetor modal senilai Rp 40 miliar atau sekitar 9,8% dari modal awal, juga ada suntikan modal dari Bursa Efek Indonesia (IDX) sebesar Rp 208,16 miliar atau setara 51persen, dan konsorsium perbankan senilai Rp 160 miliar, pada setiap porsi per banknya Rp 20 miliar.

“Jadi ini lembaga non profit ya, di situ ada konsorsium perbankan, ada IDX, dan kemudian bank sentral, saya harap walau bank sentral minimum di sana ya tetap seperti pemegang saham merah putih.”

Adapun, manfaat dari pengembangan CCP ini yang terungkap selama rapat di Komisi XI itu di antaranya pasar uang dan pasar valas yang makin berkembang karena volume transaksi dan likuiditas lebih besar, penentuan suku bunga dan nilai tukar lebih efisien, serta pelaku pasar utama lebih aktif.

Manfaat kedua ialah mendukung efektivitas kebijakan moneter dan stabilitas nilai tukar rupiah, juga mendukung terjaganya stabilitas sistem keuangan. Ketiga ialah sebagai instrumen lindung nilai bagi perbankan dan dunia usaha, para investor, penerbitan SBN pemerintah, dunia usaha, maupun pembiayaan perekonomian nasional”.

Facebook Comments Box
Translate »