BI-RATE TETAP 4,75%: MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI, MEMPERTAHANKAN STABILITAS
Blinkiss.id, JAKARTA
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 Desember 2025 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 4,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 5,50%
Keputusan ini konsisten dengan upaya menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah di tengah masih tingginya ketidakpastian global dengan tetap memperkuat efektivitas transmisi pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial yang telah ditempuh selama ini untuk menjaga stabilitas juga mendorong perekonomian nasional, Rabu (17/12/2025)
Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati ruang penurunan suku bunga BI-Rate lebih lanjut dengan prakiraan inflasi 2026 yang terkendali dalam sasaran 2,5±1%, serta perlunya untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Pelonggaran kebijakan makroprudensial diperkuat dengan meningkatkan efektivitas implementasi pemberian likuiditas kepada perbankan untuk mempercepat penurunan suku bunga dan meningkatkan pertumbuhan kredit/pembiayaan ke sektor riil, khususnya sektor-sektor prioritas Pemerintah.
Kebijakan sistem pembayaran tetap diarahkan untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif melalui perluasan akseptasi pembayaran digital, penguatan struktur industri sistem pembayaran, dan peningkatan daya tahan infrastruktur sistem pembayaran.
Arah bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk tetap mempertahankan stabilitas dan turut mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan tersebut didukung dengan langkah-langkah kebijakan sebagai berikut:
Penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi baik transaksi Non-Deliverable Forward (NDF) di pasar luar negeri maupun transaksi transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) di pasar domestik. Strategi ini disertai dengan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder; Penguatan strategi operasi moneter pro-market untuk memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter dalam mendorong penurunan suku bunga dan ekspansi likuiditas melalui: mengelola struktur suku bunga instrumen moneter; mengoptimalkan penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), dan;
membeli SBN di pasar sekunder secara terukur; Pemberian remunerasi atas penempatan dana bank pada excess reserves untuk meningkatkan fleksibilitas perbankan demi memanfaatkan kelebihan likuiditas untuk penyaluran kredit/pembiayaan ke sektor riil.
Besaran remunerasi pada excess reserves ditetapkan sebesar 25 bps di bawah tingkat suku bunga Deposit Facility, yakni sebesar 3,50%, sedangkan remunerasi pada Giro Wajib Minimum (GWM) tetap sebesar 1,50%;
- Penguatan implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang berbasis kinerja yang berorientasi ke depan untuk mempercepat penurunan suku bunga kredit/pembiayaan perbankan dalam rangka optimalisasi intermediasi dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian, yang berlaku efektif pada 16 Desember 2025, sebagai berikut:
- mempertahankan besaran insentif KLM paling tinggi sebesar 5,5% dari DPK;
- menyesuaikan besaran insentif KLM yang berasal dari penyaluran kredit/pembiayaan kepada sektor tertentu yang ditetapkan Bank Indonesia (lending channel) dari semula paling tinggi sebesar 5% menjadi paling tinggi sebesar 4,5%; menyesuaikan besaran insentif yang berasal dari penetapan suku bunga kredit/persentase imbalan pembiayaan yang sejalan dengan arah suku bunga kebijakan Bank Indonesia (interest rate channel) dari semula paling tinggi sebesar 0,5% menjadi paling tinggi sebesar 1,0%.
- Penguatan publikasi asesmen transparansi Suku Bunga Dasar termasuk konektivitas sistem pembayaran dan transaksi menggunakan mata uang lokal, serta fasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait.
Bank Indonesia juga terus mempererat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Sinergi kebijakan Bank Indonesia dengan Pemerintah diperkuat untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi sejalan dengan program Asta Cita Pemerintah.
Perekonomian global jangka pendek membaik namun dengan ketidakpastian yang perlu terus diwaspadai. Pertumbuhan ekonomi dunia 2025 diprakirakan menjadi sekitar 3,2% dipengaruhi oleh kenaikan ekonomi Jepang dan India yang didukung konsumsi rumah tangga dan kebijakan stimulus fiskal. Prospek ekonomi kawasan Eropa tetap baik ditopang konsumsi rumah tangga, investasi, dan kondisi ketenagakerjaan. Sementara itu, ekonomi AS pada 2025 masih melambat dipengaruhi dampak temporary government shutdown dan pelemahan pasar tenaga kerja.
Prospek ekonomi Tiongkok juga terus melambat dipengaruhi permintaan domestik yang tetap lemah. Pada 2026, pertumbuhan ekonomi dunia diprakirakan melemah menjadi 3,0% dipengaruhi dampak lanjutan tarif resiprokal AS dan kerentanan rantai pasok global. Di pasar keuangan global, Fed Funds Rate (FFR) turun 25 bps pada Desember 2025 dengan kecenderungan penurunan yang lebih terbatas ke depan. Tingkat imbal hasil (yield) US Treasury tenor 2 tahun cenderung bergerak naik, sementara yield US Treasury tenor 10 tahun tetap tinggi sejalan dengan tingginya tingkat utang Pemerintah AS.
Perkembangan menyebabkan indeks mata uang AS (DXY) masih tinggi dan tetap terbatasnya aliran masuk modal asing ke emerging market (EM). Ke depan, ketidakpastian perekonomian global diprakirakan tetap tinggi dengan prospek pertumbuhan ekonomi dunia yang masih lemah. Kondisi tersebut memerlukan kewaspadaan dan penguatan respons kebijakan untuk memperkuat daya tahan ekonomi domestik dari rambatan global serta mendorong pertumbuhan yang lebih tinggi. (JBR/15)

