Rakor LLAJ se-Sumut, Pjs Bupati Toba: Upaya Atasi Kemacetan dan Bahas Retribusi Pengendalian Lalu Lintas, Peluang Besar PAD
2 min readBalige, BLINKISS – Penjabat Sementara (Pjs) Bupati Toba, Dr. Agustinus Panjaitan menekankan bahwa Bidang Lalulintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) se-Sumateta Utara perlu mengambil upaya bersama dalam mengatasi persoalan kemacetan lalulintas. Hal itu disampaikannya dalam Rapat Koordinasi Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) se-Sumatera Utara yang digelar di Hotel Labersa, Balige, Jumat (25/10/2024).
Selain membahas upaya bersama mengatasi kemacetan lalulintas, Agustinus juga menyoroti potensi retribusi pengendalian lalu lintas sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ia menyebut, Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk mengelola retribusi pengendalian lalu lintas yang dapat mengurangi kemacetan sekaligus menambah PAD. “Kami harap pemerintah daerah dapat memanfaatkan peluang ini, khususnya di wilayah padat kendaraan,” ujar Agustinus.
Sekretaris Dirjen Keuangan Kementerian Keuangan, Lydia Kurniawati Christyana, dalam penjelasannya melalui Zoom, menjelaskan bahwa retribusi ini diatur dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD) dengan tujuan mengatasi kemacetan.
Namun, Lydia meminta agar pemerintah daerah menunggu panduan teknis dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebelum menerapkan kebijakan ini. “Pemda sebaiknya bersabar hingga aturan teknis dari Kemenhub selesai, agar tarif dan kriteria ruas jalan yang dikenakan retribusi lebih jelas,” ujarnya.
Menurut Lydia, penerapan retribusi ini akan selektif dan hanya berlaku pada jalan dengan tingkat kemacetan tinggi serta akses transportasi umum yang memadai. Selain itu, faktor seperti ketersediaan angkutan umum, kemacetan, dan jenis peralatan juga harus diperhatikan. “Jalan umum adalah milik publik, sehingga retribusi harus diterapkan secara selektif,” tambahnya.
Iswandi dari Dirjen LLAJ Kementerian Perhubungan juga menekankan pentingnya selektivitas dalam penerapan retribusi, terutama terkait lokasi dan waktu. Ia menilai, tarif harus sejalan dengan ketersediaan angkutan umum agar masyarakat memiliki pilihan transportasi yang nyaman. “Kami ingin tarif ini seimbang dengan fasilitas yang ada, sehingga masyarakat terdorong menggunakan transportasi umum,” ujarnya.
Sementara itu, Analis Keuangan Kemendagri, Rizki Widiasmoro, mengungkapkan bahwa Kemendagri telah merampingkan jenis retribusi daerah dari 32 menjadi 18 untuk menciptakan iklim usaha yang lebih terbuka. Pemerintah daerah juga dituntut melakukan kajian mendalam sebelum menerapkan retribusi baru, khususnya terkait dampak lingkungan dan kualitas udara.
Rapat koordinasi ini membuka peluang sinergi antara pemerintah pusat dan daerah untuk mengoptimalkan PAD dari sektor lalu lintas, memperkuat kebijakan yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat, serta mengoptimalkan otonomi daerah di bidang keuangan. (Red)