Terpidana mati Hasanuddin dituntut 10 tahun penjara di kasus TPPU, ini aset yang disita
3 min readMedan, BLINKISS – Hasanuddin alias Cekgu Bin Suharianto (34), terpidana mati kasus narkoba jenis sabu-sabu, kini menghadapi tuntutan 10 tahun penjara karena terlibat tindak pidana pencucian uang (TPPU), yang berasal dari hasil kejahatan narkotika.
“Meminta kepada majelis hakim agar menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Hasanuddin alias Cekgu Bin Suharianto dengan pidana penjara selama 10 tahun,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Novalita Endang Suryani Siahaan di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (17/10).
Selain pidana penjara, JPU Kejari Medan juga menuntut terdakwa membayar denda sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama satu tahun.
Dalam nota tuntutannya, JPU Novalita meminta agar majelis hakim menyatakan aset milik terdakwa Hasanuddin berupa tanah dan bangunan serta rekening bank dirampas untuk negara.
Adapun aset milik terdakwa, lanjut JPU, yakni sebidang tanah seluas 146 m² yang dilengkapi bangunan rumah tinggal di Jalan Panili, Kelurahan Sirantau, Kecamatan Datuk Bandar.
Kemudian tanah seluas ± 200 m² dengan bangunan dua lantai di Jalan Setapak Puskesmas, Kelurahan Selat Tanjung Medan dan tanah kosong seluas ± 270 m² di lokasi yang sama.
Selanjutnya, sebidang tanah seluas ±100 m² tanpa bangunan yang terletak di Jalan Setapak Puskesmas Lingkungan VII, Kelurahan Selat Tanjung Medan, Kecamatan Datuk Bandar Timur, Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara.
“Uang senilai Rp 9.550.000, yang terdapat dalam rekening BRI atas nama Ajir, agar dirampas untuk negara,” ujar dia.
JPU menilai perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Jo Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Setelah mendengarkan tuntutan dari JPU, Hakim Ketua Sulhanuddin menunda persidangan dan dilanjutkan pada Kamis (24/10), dengan agenda nota pembelaan dari terdakwa.
Sebelumnya JPU Novalita dalam surat dakwaan menyebutkan, kasus berawal dari petugas BNN melakukan penyidikan TPPU yang berasal dari tindak pidana asal (TPA) narkotika terhadap napi Nirwansyah Hutagalung alias Nirwan.
Dimana Nirwan menerangkan bahwa telah membeli narkotika dari Hasanuddin alias Cekgu yang merupakan terpidana kasus narkotika di Lapas Kelas I Tanjung Gusta Medan.
Meski telah divonis mati, Hasanuddin tetap menjalankan bisnis haramnya dari balik jeruji besi mulai dari bulan Agustus 2019, tepatnya sejak mulai menjalani pidana penjara di Rutan Kelas I Tanjung Gusta, Medan.
Hasanuddin melanjutkan bisnis narkotikanya dengan Ardiansyah Pangaribuan alias Waris sampai tahun 2021. Saat itu peran Hasanuddin sebagai pengendali transportasi kapal dari balik jeruji besi Rutan Tanjung Gusta Medan.
Sementara di dalam Rutan Medan, Hasanuddin menjalankan bisnis narkoba dengan sesama napi narkotika yakni Husen Syukri alias Husen pada tahun 2020.
Hasanuddin berperan sebagai penjual dan Husen Syukri sebagai pembeli dengan cara masing-masing menyuruh kurir mereka melakukan serah terima narkoba di luar Rutan Medan.
Di tahun 2022, bisnis haram Hasanuddin alias Cekgu semakin berkembang, dirinya merekrut Sayed Abdillah seorang napi di Rutan Medan sebagai pemegang keuangan, penyedia gudang penyimpanan narkoba miliknya.
Napi Sayed juga bertugas menyediakan kurir di luar, untuk melakukan pengambilan dan serah-terima narkotika atas perintah Hasanuddin alias Cekgu.
Kemudian, di tahun yang sama, Nirwansyah Hutagalung alias Nirwan merupakan narapidana narkotika di Lapas Sibolga, dikenalkan oleh Husen Syukri, dimana peran Hasanuddin sebagai penjual dan Nirwansyah Hutagalung sebagai pembeli.
Mereka menjalankan bisnis haram itu dengan cara menyuruh kurir masing-masing untuk melakukan serah terima narkoba di luar, atas perintah Hasanuddin dan Nirwan.
Sedangkan pembayaran bisnis narkoba itu dilakukan melalui transfer dengan jumlah mencapai miliaran rupiah. Transaksi itu juga pernah dilakukan saat Nirwansyah Hutagalung dan Hasanuddin satu kamar di sel Lapas Kelas I Medan.
Diketahui terdakwa Hasanuddin mulai bisnis narkotika sejak tahun 2017. Ia mengambil narkoba dari Malaysia dibawa ke Tanjung Balai, Sumatera Utara, Indonesia melalui jalur laut.
Pertengahan tahun 2017 sampai bulan Mei 2018, Hasanuddin tinggal di Malaysia untuk mengendalikan pengiriman narkotika.
Kemudian, Hasanuddin pulang ke Tanjung Balai dan berbisnis narkoba. Namun, pada Maret 2019, Hasanuddin ditangkap BNN RI beserta barang bukti 72 kilogram sabu-sabu dan ribuan butir pil ekstasi.
Pada Senin, 9 Desember 2019, Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan vonis mati kepada Hasanuddin alias Cekgu dan pada Kamis, 27 Februari 2020 vonis mati itu diperkuat oleh Pengadilan Tinggi Medan.
Tak terima dengan vonis mati itu, Hasanudin melakukan perlawanan ke Mahkamah Agung. Namun, pada Kamis, 10 Desember 2020, permohonan kasasinya ditolak.
Sehingga, dirinya harus menerima dan menjalani vonis pidana mati yang sebelumnya diberikan pengadilan tingkat pertama. (Red)